LAPORAN PRAKTIK
LAPANG
PERKEMBANGAN
KEMARITIMAN NUSANTARA
BIRA, KABUPATEN
BULUKUMBA
PENYUSUN :
KELOMPOK 9
ANGGOTA
NAMA NIM
1.
ALFIAN
ADI FIRANSYAH I11113330
2.
NURAINUN
FAJRIATI I11113345
3.
EDI
TOMPO I11113333
4.
JISRIL
PALAYUKANG I11113359
5.
WAHYUDDIN
HUSAIN I11113320
6.
RIFADHA
HAFID I1111334
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena
tas berkat, rahmat, taufik, dan hidayahnya jualah sehingga laporan mengenai
praktek lapang kemaritiman di nusantara bisa kami selesaikan tepat pada
waktunya.
Laporan praktik lapang ini berjudul “ KEMARITIMAN NUSANTARA “
dengan mmengangkat sebuah tema yakni perkembangan kemaritiman yang dilaksanakan
di salah satu daerah yang pernah menjadi pusat perdagangan laut di sulawesi
selatan yakni daerah BIRA, Kabupaten Bulukumba. Laporan praktik lapang ini di
dasarkan pada ceramah – ceramah yang di sampaikan oleh tokoh masyarkat yang
pernah mengarumi lautan nusantara demi untuk mencari keuntungan dari kegiatan
berdagang. Selain itu juga laporan ini mengandung isi tentang bagaimana sebuah
industri pembuatan kapal pinisi.
Kami mengucapkan terima kasih yang setinggi- tingginya kepada semua
masyarakat terutama tokoh dalam memberikan informasi mengenai perkembangan
kemaritiman dan kepada bapak dosen pembingbing yang telah mengarahkan kami
sehingga praktek lapang ini bisa terselenggara dengan baik. Dalam penyusunan
laporan ini, kami tentunya memiliki banyak kekurangan disana- sini. Sehingga kritik
dan saran dari pembaca sangat kami perlukan demi kesempurnaan laporan ini.
Semoga dengan adanya laporan ini bisa bermamfaat buat pembaca dan generasi
penerus serta dapat digunakan sebagai bahan ajar dan acuan, amin.
Makassar,
8 april 2014
Penyusun,
Kelompok 6
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
.............................................................................................
DAFTAR
ISI...........................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN......................................................................................
LATAR BELAKANG.......................................................................................
RUMUSAN MASALAH.................................................................................
TUJUAN DAN MAMFAAT...........................................................................
WAKTU DAN TEMPAT................................................................................
BAB
II HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................
PENUTUP............................................................................................................
KESIMPULAN
SARAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Peranan laut
indonesia yang berada diantara dan disekitar kepulauan indonesia merupakan satu
kesatuan wilayah nasional indonesia. Laut nusantara merupakan suatu aset
nasional yang berperan sebagai sumber kekayaan alam , sumber energi, sumber
bahan makanan, media lintas laut antar pulau, kawasan perdagangan, dan wilayah
pertahanan keamanan. Oleh karena itu wilayah laut indonesia mempunyai fungsi
sebagai wahana untuk menjamin integritas wilayah, sarana perhubungan dan
pelayaran, salah satu sumber kekayaan alam hayati dan non-hayati yang memiliki
nilai ekonomi tinggi dan kawasan pertahanan keamanan. Dengan demikian, laut
nusantara pada hakekatnya merupakan ruang hidup dan wahana perjuangan bangsa
indonesia dalam mencapai tujuan dan cita – cita nasional.
Sebagaimana
kita ketahui bersama, indonesia memiliki sejarah yang menunjukkan bahwa bangsa
indonesia yang memiliki lautan yang sangat luas dahulunya adalah masyarakat
maritim. Catatan sejarah ini tercatat dan terekam menunjukkan bahwa nenek
moyang bangsa indonesia menguasai lautan nusantara dan bahkan mampu menngarumi
samudera luas sampai kepesisir madagaskar dan afrika selatan. Dari catatan
sejarah terungkap tiga kerajaan yang pernah berjaya dengan konsep kemaritiman
yang di kembangkan demi meningkatkan dan memperluas wilayah kekuasaan dan
menjadikan indonesia menjadi pusat perdagangan laut di asia. Ketiga kerajaan
tersebut adalah kerajaan sriwijaya yang berjaya dengan ekonomi maritim dan
menguasai perdagangan di selat malaka bahkan asia tenggara dan juga mampu
membuka jalaur perdagangan dengan china dan india, kemudian kerajaan majapafit
yang berjaya dengan sebaran kerajaan bawahan yang memiliki pelabuhan dan
komoditas vital, serta kerajaan gowa yang berjaya dengan menguasai jalur
pelayaran dan perdagangan indonesia timurdan menjadikan pelabuhan somba opu
sebagai pelabuhan transito utama.
Perkembangan
kemaritiman indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1980-an dengan prinsip
perdangan melalui lautan. Salah satu contohnya dalah pelabuhan yang ada di
BIRA, kabupaten bulukumba yang dahulunya menjadi salah satu pusat perdagangan
laut di sulawesi selatan yang setiap harinya di sandari oleh 500-an kapal
setiap hari. Perkembangan kemaritiman semakin hari semakin mengalami penurunan
terbukti sampai sekarang ini bisa dikatakan hampir sudah tidak ada lagi kapal
yang bersandar di pelabuhan atau melakukan kegiatan perdagangan. Hal ini tidak
bisa dipungkiri bahwa perkembangan kemaritiman indonesia semakin menurun dengan
berbagai faktor. Hal inilah yang melatar belakangi diadakannya praktek lapang
mengenai perkembangan kemaritiman nusantara.
I.II Rumusan
Masalah
·
Bagaimana perkembangan kemaritiman
nusantara di bira ?
·
Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi
perkembangan kemaritiman di bira?
I.II Tujuan dan Mamfaat
Tujuan
dilaksanakannya praktik lapang mengenai perkembangan kemaritiman nusantara di
daerah bira adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan kemaritiman serta
faktor-faktor yang mempengaruhi kemaritiman nusantara di bira.
Mamfaat
dilaksanakannya praktik lapang mengenai perkembangan kemaritiman adalah agar
generasi dapat mengetahui keadaan kemaritiman dan tergugat jiwanya untuk mengembangkan
segala potensi yang ada dengan memamfaatkan laut potensi laut.
I.II Waktu dan Tempat
Praktek lapang
mengenai perkembangan kemaritiman nusantara dilaksanakan pada hari sabtu, 29
maret 2014 pukul 19.45 sampai hari minggu, 30 maret 2014 pukul 13.00 berlokasi
di daerah BIRA kabupaten
bulukumba, sulawesi selatan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
Indonesia
merupakan negara kepulauan terbesar di Dunia. Negeri ini memiliki bentang Laut
wilayah 70% dibanding dengan luas daratan yang hanya 30%. Sejatinya, Bangsa
Indonesia adalah masyarakat bahari. Sebelum penjajahan Belanda, Indonesia
terkotak-kotak kedalam kerajaan-kerajaan kecil. Di antara sekian banyak
kerajaan kecil itu, terdapat kerajaan besar berbasis Maritim di Tanah air yang
mampu untuk menyatukannya yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Kerajaan ini menurut
berbagai pakar sejarah cukup disegani di kawasan Asia Tenggara.
1. Fakta
Sejarah Kemaritiman Indonesia
Indonesia merupakan negara
kepulauan, antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya dipisahkan oleh
laut, tapi dalam hal ini laut bukan menjadi penghalang bagi tiap suku bangsa di
Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sejak
zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan
menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek moyang kita menjadi
pelaut-pelaut handal yang menjelajah untuk mengadakan kontak dan interaksi
dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang
dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada zaman bahari telah sampai
ke Madagaskar. Bukti dari berita itu sendiri adalah berdasarkan penelitian yang
dilakukan yaitu tipe jukung yang sama yang digunakan oleh orang-orang
Kalimantan untuk berlayar.
Indonesia
sebagai negara maritim terbesar di dunia tidak pelak lagi terbukti dengan
pengakuan dunia yang tertuang dalam UNCLOS (United Nation Convention on the Law
of the Sea) yang diratifikasi oleh negara-negara sedunia, serta melalui
Deklarasi Juanda yang mengatur hal-hal yang berkaitan kedaulatan Indonesia
sebagai sebuah negara kepulauan. Seperti diketahui bersama bahwa 3/5 dari
wilayah negara kita merupakan wilayah perairan dengan dikelilingi oleh ± 17.508
pulau yang kaya akan sumber daya alam yang sampai hari ini oleh karena
pergeseran nilai dan paradigma yang tidak tepat memandang konsep negara
kepulauan menyebabkan potensi kelautan kita belum benar-benar bisa
dimaksimalkan pengelolaan dan pemanfaatannya.
Sejarah
telah mencatat dengan tinta emas bahwasannya Sriwijaya dan Majapahit pernah
menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di
seluruh wilayah Asia.
Fakta sejarah lain yang menandakan
bahwa Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa Maritim dan tidak bisa
dipungkiri, yakni dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah dibeberapa
belahan pulau. Penemuansitus prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni
yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek
moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya
kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa
menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain
yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar.
2. Kejayaan
Kerajaan Maritim Nusantara
Sejarah
mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan
alat navigasi seadanya, mereka telah mamapu berlayar ke utara, lalu ke barat
memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau
Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui
laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim
dan memiliki armada laut yang besar.
Memasuki
masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara besar
yang disegani di kawasan Asia, maupun di seluruh dunia. Sebagai kerajaan
maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan
politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta
menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan
lautnya.
Tidak
hanya itu, Ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah
pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang
tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi
bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar
bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara.
Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak
kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di
bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil
menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke
negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India,
Filipina, China.
Kilasan
sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara
dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena,
paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian
utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.
3. Catatan
Penting Dalam Sejarah Maritim Indonesia
Sejarah
menunjukkan bahwa pada masa lalu, Indonesia memiliki pengaruh yang sangat
dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama melalui kekuatan maritim besar di
bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Wilayah laut Indonesia yang
merupakan dua pertiga wilayah Nusantara mengakibatkan sejak masa lampau,
Nusantara diwarnai dengan berbagai kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah
terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan
Nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar,
Afrika Selatan. Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan
Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih
merupakan penguasaan de facto daripada penguasaan atas suatu konsepsi
kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia
yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat bahari. Akan tetapi, oleh
penjajah kolonial, bangsa Indonesia didesak ke darat, yang mengakibatkan
menurunnya jiwa bahari. Nenek moyang Bangsa Indonesia telah memahami dan
menghayati arti dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan
antarbangsa, seperti perdagangan dan komunikasi. Pada sekitar abad ke-14 dan
permulaan abad ke-15 terdapat lima jaringan perdagangan (commercial zones).
1. Pertama,
jaringan perdagangan Teluk Bengal, yang meliputi pesisir Koromandel di India
Selatan, Sri Lanka, Burma (Myanmar), serta pesisir utara dan barat Sumatera.
2. Kedua,
jaringan perdagangan Selat Malaka.
3. Ketiga,
jaringan perdagangan yang meliputi pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand,
dan Vietnam Selatan. Jaringan ini juga dikenal sebagai jaringan
perdagangan Laut Cina Selatan.
4. Keempat,
jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon, Mindoro,
Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan (Brunei Darussalam).
5. Kelima,
jaringan Laut Jawa, yang meliputi kepulauan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku,
pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera. Jaringan
perdagangan ini berada di bawah hegemoni Kerajaan Majapahit. Selain itu, banyak
bukti prasejarah di pulau Muna, Seram dan Arguniyang diperkirakan merupakan
hasil budaya manusia sekitar tahun 10.000sebelum masehi!
Bukti
sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar. Ada pula
peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan
perantau dari Nusantara yang ditemukan diwilayah Madagaskar. Tentu pengaruh dan
kekuasaan tersebut dapat diperoleh bangsa Indonesia waktu itu karena kemampuan
membangun kapal dan armada yang layak laut, bahkan mampu berlayar sampai lebih
dari 4.000 mil.
4. Kemaritiman
Indonesia Saat Ini
Berkaca dari masa lalu, melihat
bagaimana kejayaan masa lampau diperoleh karena mengoptimalkan potensi laut
sebagai sarana dalam suksesnya perekonomian dan ketahanan politik suatu negara,
maka menjadi suatu hal yang wajar bila sekarang ini Indonesia harus lebih
mengembangkan laut demi tercapianya tujuan nasional. Indonesia menyandang
predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan, predikat ini mustahil
ditinggalkan, lain halnya dengan predikat “Negara Agraris” yang suatu saat bisa
berganti dengan industri. Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah
pada terwujudnya aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini
bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan
senantiasa dilandasi oleh aktivitas pelayaran.
Kilasan sejarah itu tentunya
memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan
wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang
mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya,
ekonomi, politik dan sosial.
Laut Indonesia merupakan urat nadi
perekonomian nasioaldan penggerak lalu lintas ekonomi dunia. Indonesia secara
natural lahir dan tumbuh sebagai Negara dan bangsa maritim, luar dan dalam.
Hanya faktanya, Indonesia saat ini masih belum menjadi Negara maritime dalam
pengertian yang sesungguhnya. Sebab, hingga sekarang Indonesia belum menjadi
actor atau pelaku kelautan yang cukup mempuni, baik ditingkat domestic maupun
global. Padahal, laut Indonesia merupakan urat nadi perekonomian nasional dan
penggerak lalu lintas ekonomi dunia.
Dunia maritim Indonesia telah
mengalami kemunduran yang cukup signifikan, kalau pada zaman dahulu mencapai
kejayan baik dalam bidang politik maupun ekonomi, sekarang ini tidak tampak
sedikit pun kemajuan yang dapat dilihat. Ironis memang, Indonesia yang
mempunyai potensi laut sangat besar di dunia kurang begitu memperhatikan sektor
ini. Padahal, laut menjadi salah satu faktor dalam mempertahankan eksistensi wilayah
suatu negara “Bahkan barang siapa yang menguasai laut, ia akan menguasai
dunia”, demikian dalil yang dikemukakan oleh Mahan, wajar saja kalau Mahan
mengeluarkan pernyataan tersebut, dalam karyanya yang berjudul “The Influence
of Sea Power Upon History” (1660-1783), yang terbit untuk pertama kalinya pada
tahun 1890 dan telah mengalami cetakan ulang beberapa kali.
Berdasarkan tinjuan sejarah dari
berbagai kerajaan di Nusantara pada masa lalu, Indonesia sebenarnya adalah
negara yang berwatak maritim. Namun demikian, watak kemaritiman tersebut saat
ini sudah tidak lagi eksis, beberapa kalangan berkesimpulan agar dapat menjadi
bangsa yang kuat dan disegani dimata internasional maka Indonesia harus kembali
berwawasan maritim dan bukannya berorientasi daratan (land minded).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
II.I
HASIL
A.
Ceramah
tokoh masyarakat tentang kemaritiman di BIRA
( gambar : kegiatan pertama dalam praktik lapang di BIRA )
Pada hari
pertama kunjungan ke bira, kegiatan kami pada pukul 20.30 WITA sampai selesai mendengarkan
ceramah dari beberapa tokoh masyarakat yang pernah bergelut di laut di
antaranya adalah H.A.Ruka dan H.A.Murtala. Dari ceramah beliau dapat
ketahui bahwa mereka memulai untuk
berlayar di tahun 1960-an dengan menggunakan perahu pinisi untuk melakukan
kegiatan perdagangan dengan berbagai komoditas dagang. Mereka melakukan
pelayaran ke berbagai daerah yang ada di nusantara seperti kalimantan, sumbawa
, malaka, surabaya, dan daerah lainnya. Bahkan sebelum mereka, ada pelaut yang
sudah berlayar sampai ke luar negara. Namun karena pada saat itu kegiatan
perdagangan masih di kontrol oleh belanda sehingga para pelaut mencari jalan
agar bisa lolos dari pantauan belanda. Salah satu cara yang dilakukan adalah
dengan berlayar di sekitar garis luar pantai, kemudian setelah terlihat tidak
ada pantauan dari belanda, maka para pelaut langsung membelokkan perahunya
memasuki wilayah negara lain. Hal ini dilakukan hanya untuk mencari keuntungan
dari perdaganan dengan para pelaut asing. Mereka melakukan pelayaran dengan
membawa muatan yang terbatas karena perahu yang mereka gunakan hanya memiliki
ruang kecil dan tak mampu membawa hewan peliharaan seperti ternak.
Mereka telah
melakukan pelayaran ke berbagai daerah di nusantara untuk berdagang dengan
membawa komoditas seperti kayu jati. Mereka melakukan pelayaran selama periode
tertentu. Karena pada saat itu masih menggunakan cara tradisional dengan
memamfaatkan kekuatan angin. Mereka pergi berlaut ketika tiba musim timur yakni
pada bulan april sampai september dengan memamfaatkan angin timur dan angin
barat. Para pelaut dituntut untuk memiliki skill. Hal ini sangat di perlukan
dalam berlayar baik dalam membaca peta, cuaca, dan gelombang. Kemudian pelaut
juga harus memiliki ketajaman indra untuk memprediksikan letak suatu daratan. Seperti pada
pengalaman tokoh pada saat berlayar yang dimana nenek dari tokoh mampu
memprediksikan bahwa terletak daratan di depan perahu. Hal ini akan membantu
pelaut agar tidak menabrak sebuah pulau.
Selain itu
juga, tokoh tersebut mengungkapkan bahwa dulunya sistem dagang yang dilakukan
mengalami perkembangan yang luar biasa. Setelah memasuki era 1980-an ke atas
telah melakukan perdagangan dengan sistem jasa, maksudnya sistem jasa adalah
adanya orang – orang tertentu yang melakukan aktifitas terkhusus. Pada masa itu
sudah mulai ada motorisasi yang membuat adanya pembagiuan-pembagian tugas dalam
kegiatan kemaritiman, sehingga keuntungan yang diperoleh hanya sedikit karena
sebagain mengalir ke orang-orang yang berjasa tersebut. Selain itu orang –
oranng yang dekat dengan dengan pelaut yang memperoleh keuntungan. Hal inilah
yang membuat perkembangan kemaritiman menurun karena para pelaut terlena dengan
bantuan dari orang – orang yang berpropesi sebagai pembantu aktivitas dalam
kegiatan perdagangan seperti mengangkat barang, mengurus kebutuhan perahu dal
lain-lain.
B.
Kunjungan ke penangkaran lobster
( gambar :
kegiatan kedua dalam praktik lapang di BIRA )
Perhatian dari
pemerintah setempat sangat diperlukan karena wilayah ini memiliki potensi. Dan
apabila potensi ini tidak termamfaatkan dengan baik maka tidak akan membawa hal
positif dan hanya kan menjadi pemandangan alami saja. Padahal, warga setempat
memiliki kehidupan seperti masyarakat yang tertinggal. Mereka seharusnya
melihat potensi yang ada sekitar mereka.
C.
Kunjungan
ke industri pembuatan kapal phinisi
( gambar : kegiatan terakhir praktik lapang di BIRA )
Kemudian kami mengunjungi
industri pembuatan perahu pinisi. Pusat pembuatan perahu terdapat 3 desa.
Dulunya Industri pembuatan perahu pinisi diperebutkan oleh beberapa negara.
Namun, budaya ini tetap terjaga sampai
sekarang dengan keyakinan bahwa perahu pinisi merupakan peneinggalan dari nenek
moyang yang harus dijaga dan dikembangkan.
Pembuatan
perahu pinisi didasarkan pada permintaan dari pemesan. Ada beberapa negara yang
sering memesan perahu diantaranya Amerika, Jerman, Inggris, Portugal, Perancis,
Singapure, China, Malaysia, Italia dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari
permintaan itu menginginkan perahu pesiar.
Kerajaan
Sriwijaya telah menggunakan perahu pinisi ini sekitar 1000 tahun yang lalu
tepatnya di abad ke 7. Sementara khusus untuk Industri pembuatan perahu ini
dimulai sejak H. Muslim Baso masih kecil sampai sekarang.
Dalam pembuatan
perahu pinisi sekarang hanya terdapat sedikit perubahan karena pembuatannya
didasarkan pada pemesan serta selera konsumen. Namun budaya tradisional pada
parahu ini tetap mendominasi dan dipadukan oleh design modern. Untuk pemesanan
perahu ini bisa menggunakan design sendiri dan bisa juga tanpa design. Pembuatan
perahu pinisi berbahan dasar kayu besi yang berasal dari Sulawesi Tenggara,
Bulukumba dan Sinjai. Kayu Besi dipakai pada bagian lunasnya kemudian
dilanjutkan bagian lambung perahu dan ruangannya. Dan unuk penyeimbangan perahu
yang besar ini, Pada zaman dulu proses
penyeimbangan perahu dilakukan dengan menggunakan insting dari memandang laut
hal ini didasarkan pada kesimbangan permukiaan laut yaang tidak miring kiri
tidak miring kanan. Namun sekarang sudah menggunakan teknologi ( KLM dan PLM ).
Dalam proses
pembuatan perahu pinisi lebih mementingkan kualitasnya sehingga kekuatan dari
perahu dulu sampai sekarang bisa dikatakan sama. Perbedaannya hanya pada tenaga
yang digunakan karena dulunya hanya menggunakan kekuatan angin sedangkan saat
ini telah menggunakan mesin untuk berlayar. Untuk menyelesaikan sebuah kapal
dibutuhkan tenaga 15 orang, yang dikontrol oleh kepala tukang atau manager.
Selama Industri
pembuatan perahu pinisi tidak pernah mendapatkan hambatan dari segi pembuatan.
Namun dari segi pengiriman bahan kadang kala terhambat oleh faktor cuaca,
jalanan berlumpur karna waktu itu belum aspal. Waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan sebuah perahu pinisi minimal 8 – 9 bulan dan maksimal sampai 1
tahun. Setelah selesai, perahu diturunkan ke laut dengan menggunakan katrol.
Pemilik perahu berpendapat bahwa sebesar apapun kapalnya lebih tinggi akal
manusia.
Pemesanan kapal
pinisi ini biasanya berasal dari luar negeri. Namun, untuk memesannya harus
memiliki perantara dari orang masyarakat lokal. Satu kapal dibandrol dengan
harga maksimal 6 sampai 8 milliar tergantung dari model dan besarnya. Industri
pembuatan kapal diharapkan bisa dilestarikan dan dikembangkan oleh penerus
khususnya keluarga.
Prinsip yang
tetap dipegang oleh beliau bahwa lebih baik menjadi orang bodoh daripada pintar
hal ini didasarkan pada pengalaman beliau yang pernah ditawari untuk menjadi
Profesor oleh dua negara yaitu Amerika dan Malaysia. Ia menolak dengan alasan
kalau orang pintar tidak bisa menjawab sebuah pertanyaan maka dianggap tidak
lazimn sementara orang yang bodoh yang tidak bisa menjawab sebuah pertanyaan
itu wajar saja.
PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari praktik
lapang mengenai kemaritiman nusantara, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
·
Perkembangan
kemaritiman di nusantara sudah mulai menurun terlihat dari hampir tidak adanya
lagi perahu yang bersandar di salah satu pelabuhan di BIRA.
·
Penurunan
potensi kemaritiman di nusantara disebabkan oleh pergeseran nilai pelaut dari
berdagang ke jasa.
·
Salah
satu potensi kemaritiman yang ada sampai sekarang yaitu industri pembuatan
kapal pinisi di BIRA.
Saran
Saran mengenai praktik lapang kemaritiman nusantara adalah supaya
dalam melakukan praktek lapang semua tokoh sumber – sumber info telah
mengetahui adanya praktek lapang sehingga mereka telah siap memberikan atau
menyampaikan apa yang di butuhkan oleh mahasiswa.
DAFTAR
PUSTAKA
Irma,
unrah. 2013 . Sejarah kemaritiman indonesia. http://irma-umra.blogspot.com/2013/04/sejarah-kemaritiman.html diakses pada hari minggu, 13 april 2014, pukul 08.21 WITA
Suryadi. 2013.
Sejarah kemaritiman bugis makassar. http://www.suryadinlaoddang.com/2013/01/buku-sejarah-maritim-indonesia.html diaksese pada hari minggu, 13 april 2014, pukul 09.45
Zulkifli,Rahman. 2012. Sejarah
kemaritiman di sulawesi selatan. http:// blogzulkiflirahman
.blogspot.com/2012/09/makalah-wsbm.html diakses pada hari minggu, 13 april 2014, pukul 13.28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar