Kamis, 08 Mei 2014

LAPORAN PRAKTIK LAPANG
PERKEMBANGAN KEMARITIMAN NUSANTARA
BIRA, KABUPATEN BULUKUMBA
PENYUSUN : KELOMPOK 9
ANGGOTA
NAMA                                                                        NIM
1.      ALFIAN ADI FIRANSYAH                              I11113330
2.      NURAINUN FAJRIATI                                     I11113345
3.      EDI TOMPO                                                        I11113333
4.      JISRIL PALAYUKANG                                    I11113359
5.      WAHYUDDIN HUSAIN                                               I11113320
6.      RIFADHA HAFID                                              I1111334
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena tas berkat, rahmat, taufik, dan hidayahnya jualah sehingga laporan mengenai praktek lapang kemaritiman di nusantara bisa kami selesaikan tepat pada waktunya.
Laporan praktik lapang ini berjudul “ KEMARITIMAN NUSANTARA “ dengan mmengangkat sebuah tema yakni perkembangan kemaritiman yang dilaksanakan di salah satu daerah yang pernah menjadi pusat perdagangan laut di sulawesi selatan yakni daerah BIRA, Kabupaten Bulukumba. Laporan praktik lapang ini di dasarkan pada ceramah – ceramah yang di sampaikan oleh tokoh masyarkat yang pernah mengarumi lautan nusantara demi untuk mencari keuntungan dari kegiatan berdagang. Selain itu juga laporan ini mengandung isi tentang bagaimana sebuah industri pembuatan kapal pinisi.
Kami mengucapkan terima kasih yang setinggi- tingginya kepada semua masyarakat terutama tokoh dalam memberikan informasi mengenai perkembangan kemaritiman dan kepada bapak dosen pembingbing yang telah mengarahkan kami sehingga praktek lapang ini bisa terselenggara dengan baik. Dalam penyusunan laporan ini, kami tentunya memiliki banyak kekurangan disana- sini. Sehingga kritik dan saran dari pembaca sangat kami perlukan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga dengan adanya laporan ini bisa bermamfaat buat pembaca dan generasi penerus serta dapat digunakan sebagai bahan ajar dan acuan, amin.
                                                                             Makassar, 8 april 2014
                                                                                         Penyusun,
                                                                                       Kelompok 6





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
LATAR BELAKANG.......................................................................................
RUMUSAN MASALAH.................................................................................
TUJUAN DAN MAMFAAT...........................................................................
WAKTU DAN TEMPAT................................................................................
BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................
PENUTUP............................................................................................................
KESIMPULAN
SARAN

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Peranan laut indonesia yang berada diantara dan disekitar kepulauan indonesia merupakan satu kesatuan wilayah nasional indonesia. Laut nusantara merupakan suatu aset nasional yang berperan sebagai sumber kekayaan alam , sumber energi, sumber bahan makanan, media lintas laut antar pulau, kawasan perdagangan, dan wilayah pertahanan keamanan. Oleh karena itu wilayah laut indonesia mempunyai fungsi sebagai wahana untuk menjamin integritas wilayah, sarana perhubungan dan pelayaran, salah satu sumber kekayaan alam hayati dan non-hayati yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan kawasan pertahanan keamanan. Dengan demikian, laut nusantara pada hakekatnya merupakan ruang hidup dan wahana perjuangan bangsa indonesia dalam mencapai tujuan dan cita – cita nasional.
Sebagaimana kita ketahui bersama, indonesia memiliki sejarah yang menunjukkan bahwa bangsa indonesia yang memiliki lautan yang sangat luas dahulunya adalah masyarakat maritim. Catatan sejarah ini tercatat dan terekam menunjukkan bahwa nenek moyang bangsa indonesia menguasai lautan nusantara dan bahkan mampu menngarumi samudera luas sampai kepesisir madagaskar dan afrika selatan. Dari catatan sejarah terungkap tiga kerajaan yang pernah berjaya dengan konsep kemaritiman yang di kembangkan demi meningkatkan dan memperluas wilayah kekuasaan dan menjadikan indonesia menjadi pusat perdagangan laut di asia. Ketiga kerajaan tersebut adalah kerajaan sriwijaya yang berjaya dengan ekonomi maritim dan menguasai perdagangan di selat malaka bahkan asia tenggara dan juga mampu membuka jalaur perdagangan dengan china dan india, kemudian kerajaan majapafit yang berjaya dengan sebaran kerajaan bawahan yang memiliki pelabuhan dan komoditas vital, serta kerajaan gowa yang berjaya dengan menguasai jalur pelayaran dan perdagangan indonesia timurdan menjadikan pelabuhan somba opu sebagai pelabuhan transito utama.
Perkembangan kemaritiman indonesia mencapai puncaknya pada tahun 1980-an dengan prinsip perdangan melalui lautan. Salah satu contohnya dalah pelabuhan yang ada di BIRA, kabupaten bulukumba yang dahulunya menjadi salah satu pusat perdagangan laut di sulawesi selatan yang setiap harinya di sandari oleh 500-an kapal setiap hari. Perkembangan kemaritiman semakin hari semakin mengalami penurunan terbukti sampai sekarang ini bisa dikatakan hampir sudah tidak ada lagi kapal yang bersandar di pelabuhan atau melakukan kegiatan perdagangan. Hal ini tidak bisa dipungkiri bahwa perkembangan kemaritiman indonesia semakin menurun dengan berbagai faktor. Hal inilah yang melatar belakangi diadakannya praktek lapang mengenai perkembangan kemaritiman nusantara.
I.II Rumusan Masalah
·             Bagaimana perkembangan kemaritiman nusantara di bira ?
·             Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan kemaritiman di bira?
I.II Tujuan dan Mamfaat
Tujuan dilaksanakannya praktik lapang mengenai perkembangan kemaritiman nusantara di daerah bira adalah untuk mengetahui bagaimana perkembangan kemaritiman serta faktor-faktor yang mempengaruhi kemaritiman nusantara di bira.
Mamfaat dilaksanakannya praktik lapang mengenai perkembangan kemaritiman adalah agar generasi dapat mengetahui keadaan kemaritiman dan tergugat jiwanya untuk mengembangkan segala potensi yang ada dengan memamfaatkan laut potensi laut.
I.II Waktu dan Tempat
Praktek lapang mengenai perkembangan kemaritiman nusantara dilaksanakan pada hari sabtu, 29 maret 2014 pukul 19.45 sampai hari minggu, 30 maret 2014 pukul 13.00 berlokasi di daerah             BIRA kabupaten bulukumba, sulawesi selatan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di Dunia. Negeri ini memiliki bentang Laut wilayah 70% dibanding dengan luas daratan yang hanya 30%. Sejatinya, Bangsa Indonesia adalah masyarakat bahari. Sebelum penjajahan Belanda, Indonesia terkotak-kotak kedalam kerajaan-kerajaan kecil. Di antara sekian banyak kerajaan kecil itu, terdapat kerajaan besar berbasis Maritim di Tanah air yang mampu untuk menyatukannya yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Kerajaan ini menurut berbagai pakar sejarah cukup disegani di kawasan Asia Tenggara. 
1.    Fakta Sejarah Kemaritiman Indonesia
Indonesia merupakan negara kepulauan, antara pulau yang satu dengan pulau yang lainnya dipisahkan oleh laut, tapi dalam hal ini laut bukan menjadi penghalang bagi tiap suku bangsa di Indonesia untuk saling berhubungan dengan suku-suku di pulau lainnya. Sejak zaman bahari, pelayaran dan perdagangan antar pulau telah berkembang dengan menggunakan berbagai macam tipe perahu tradisional, nenek moyang kita menjadi pelaut-pelaut handal yang menjelajah untuk mengadakan kontak dan interaksi dengan pihak luar. Bahkan, yang lebih mengejutkan lagi, pelayaran yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia (Nusantara) pada zaman bahari telah sampai ke Madagaskar. Bukti dari berita itu sendiri adalah berdasarkan penelitian yang dilakukan yaitu tipe jukung yang sama yang digunakan oleh orang-orang Kalimantan untuk berlayar.
Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia tidak pelak lagi terbukti dengan pengakuan dunia yang tertuang dalam UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea) yang diratifikasi oleh negara-negara sedunia, serta melalui Deklarasi Juanda yang mengatur hal-hal yang berkaitan kedaulatan Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan. Seperti diketahui bersama bahwa 3/5 dari wilayah negara kita merupakan wilayah perairan dengan dikelilingi oleh ± 17.508 pulau yang kaya akan sumber daya alam yang sampai hari ini oleh karena pergeseran nilai dan paradigma yang tidak tepat memandang konsep negara kepulauan menyebabkan potensi kelautan kita belum benar-benar bisa dimaksimalkan pengelolaan dan pemanfaatannya.
Sejarah telah mencatat dengan tinta emas bahwasannya Sriwijaya dan Majapahit pernah menjadi kiblat di bidang maritim, kebudayaan, dan agama di seluruh wilayah Asia.
Fakta sejarah lain yang menandakan bahwa Bangsa Indonesia terlahir sebagai bangsa Maritim dan tidak bisa dipungkiri, yakni dibuktikan dengan adanya temuan-temuan situs prasejarah dibeberapa belahan pulau. Penemuansitus prasejarah di gua-gua Pulau Muna, Seram dan Arguni yang dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar, menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa pelaut, selain itu ditemukannya kesamaan benda-benda sejarah antara Suku Aborigin di Australia dengan di Jawa menandakan bahwa nenek moyang kita sudah melakukan hubungan dengan bangsa lain yang tentunya menggunakan kapal-kapal yang laik layar.
2.  Kejayaan Kerajaan Maritim Nusantara
Sejarah mencatat bangsa Indonesia telah berlayar jauh dengan kapal bercadik. Dengan alat navigasi seadanya, mereka telah mamapu berlayar ke utara, lalu ke barat memotong lautan Hindia hingga Madagaskar dan berlanjut ke timur hingga Pulau Paskah. Dengan kian ramainya arus pengangkutan komoditas perdagangan melalui laut, mendorong munculnya kerajaan-kerajaan di Nusantara yang bercorak maritim dan memiliki armada laut yang besar.
Memasuki masa kerajaan Sriwijaya, Majapahit hingga Demak, Nusantara adalah negara besar yang disegani di kawasan Asia, maupun di seluruh dunia. Sebagai kerajaan maritim yang kuat di Asia Tenggara, Sriwijaya (683-1030 M) telah mendasarkan politik kerajaannya pada penguasaan alur pelayaran dan jalur perdagangan serta menguasai wilayah-wilayah strategis yang digunakan sebagai pangkalan kekuatan lautnya.
Tidak hanya itu, Ketangguhan maritim kita juga ditunjukkan oleh Singasari di bawah pemerintahan Kertanegara pada abad ke-13. Dengan kekuatan armada laut yang tidak ada tandingannya, pada tahun 1275 Kertanegara mengirimkan ekspedisi bahari ke Kerajaan Melayu dan Campa untuk menjalin persahabatan agar bersama-sama dapat menghambat gerak maju Kerajaan Mongol ke Asia Tenggara. Tahun 1284, ia menaklukkan Bali dalam ekspedisi laut ke timur.
Puncak kejayaan maritim nusantara terjadi pada masa Kerajaan Majapahit (1293-1478). Di bawah Raden Wijaya, Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada, Majapahit berhasil menguasai dan mempersatukan nusantara. Pengaruhnya bahkan sampai ke negara-negara asing seperti Siam, Ayuthia, Lagor, Campa (Kamboja), Anam, India, Filipina, China.
Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.

3.    Catatan Penting Dalam Sejarah Maritim Indonesia
Sejarah menunjukkan bahwa pada masa lalu, Indonesia memiliki pengaruh yang sangat dominan di wilayah Asia Tenggara, terutama melalui kekuatan maritim besar di bawah Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Wilayah laut Indonesia yang merupakan dua pertiga wilayah Nusantara mengakibatkan sejak masa lampau, Nusantara diwarnai dengan berbagai kehidupan di laut. Dalam catatan sejarah terekam bukti-bukti bahwa nenek moyang bangsa Indonesia menguasai lautan Nusantara, bahkan mampu mengarungi samudera luas hingga ke pesisir Madagaskar, Afrika Selatan. Penguasaan lautan oleh nenek moyang kita, baik di masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit maupun kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar, lebih merupakan penguasaan de facto daripada penguasaan atas suatu konsepsi kewilayahan dan hukum. Namun, sejarah telah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia yang mencintai laut sejak dahulu merupakan masyarakat bahari. Akan tetapi, oleh penjajah kolonial, bangsa Indonesia didesak ke darat, yang mengakibatkan menurunnya jiwa bahari. Nenek moyang Bangsa Indonesia telah memahami dan menghayati arti dan kegunaan laut sebagai sarana untuk menjamin berbagai kepentingan antarbangsa, seperti perdagangan dan komunikasi. Pada sekitar abad ke-14 dan permulaan abad ke-15 terdapat lima jaringan perdagangan (commercial zones).
1.      Pertama, jaringan perdagangan Teluk Bengal, yang meliputi pesisir Koromandel di India Selatan, Sri Lanka, Burma (Myanmar), serta pesisir utara dan barat Sumatera.
2.      Kedua, jaringan perdagangan Selat Malaka.
3.      Ketiga, jaringan perdagangan yang meliputi pesisir timur Semenanjung Malaka, Thailand, dan Vietnam Selatan. Jaringan ini juga dikenal sebagai jaringan perdagangan Laut Cina Selatan.
4.      Keempat, jaringan perdagangan Laut Sulu, yang meliputi pesisir barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanao, dan pesisir utara Kalimantan (Brunei Darussalam).
5.      Kelima, jaringan Laut Jawa, yang meliputi kepulauan Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, pesisir barat Kalimantan, Jawa, dan bagian selatan Sumatera. Jaringan perdagangan ini berada di bawah hegemoni Kerajaan Majapahit. Selain itu, banyak bukti prasejarah di pulau Muna, Seram dan Arguniyang diperkirakan merupakan hasil budaya manusia sekitar tahun 10.000sebelum masehi!

Bukti sejarah tersebut berupa gua yang dipenuhi lukisan perahu layar. Ada pula peninggalan sejarah sebelum masehi berupa bekas kerajaan Marina yang didirikan perantau dari Nusantara yang ditemukan diwilayah Madagaskar. Tentu pengaruh dan kekuasaan tersebut dapat diperoleh bangsa Indonesia waktu itu karena kemampuan membangun kapal dan armada yang layak laut, bahkan mampu berlayar sampai lebih dari 4.000 mil.

4.         Kemaritiman Indonesia Saat Ini
Berkaca dari masa lalu, melihat bagaimana kejayaan masa lampau diperoleh karena mengoptimalkan potensi laut sebagai sarana dalam suksesnya perekonomian dan ketahanan politik suatu negara, maka menjadi suatu hal yang wajar bila sekarang ini Indonesia harus lebih mengembangkan laut demi tercapianya tujuan nasional. Indonesia menyandang predikat “Negara Maritim” atau negara kepulauan, predikat ini mustahil ditinggalkan, lain halnya dengan predikat “Negara Agraris” yang suatu saat bisa berganti dengan industri. Konsekwensi sifat maritim itu sendiri lebih mengarah pada terwujudnya aktifitas pelayaran di wilayah Indonesia. Dalam kalimat ini bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan dalam membangun perekonomian akan senantiasa dilandasi oleh aktivitas pelayaran.
Kilasan sejarah itu tentunya memberi gambaran, betapa kerajaan-kerajaan di Nusantara dulu mampu menyatukan wilayah nusantara dan disegani bangsa lain karena, paradigma masyarakatnya yang mampu menciptakan visi Maritim sebagai bagian utama dari kemajuan budaya, ekonomi, politik dan sosial.
Laut Indonesia merupakan urat nadi perekonomian nasioaldan penggerak lalu lintas ekonomi dunia. Indonesia secara natural lahir dan tumbuh sebagai Negara dan bangsa maritim, luar dan dalam. Hanya faktanya, Indonesia saat ini masih belum menjadi Negara maritime dalam pengertian yang sesungguhnya. Sebab, hingga sekarang Indonesia belum menjadi actor atau pelaku kelautan yang cukup mempuni, baik ditingkat domestic maupun global. Padahal, laut Indonesia merupakan urat nadi perekonomian nasional dan penggerak lalu lintas ekonomi dunia.
Dunia maritim Indonesia telah mengalami kemunduran yang cukup signifikan, kalau pada zaman dahulu mencapai kejayan baik dalam bidang politik maupun ekonomi, sekarang ini tidak tampak sedikit pun kemajuan yang dapat dilihat. Ironis memang, Indonesia yang mempunyai potensi laut sangat besar di dunia kurang begitu memperhatikan sektor ini. Padahal, laut menjadi salah satu faktor dalam mempertahankan eksistensi wilayah suatu negara “Bahkan barang siapa yang menguasai laut, ia akan menguasai dunia”, demikian dalil yang dikemukakan oleh Mahan, wajar saja kalau Mahan mengeluarkan pernyataan tersebut, dalam karyanya yang berjudul “The Influence of Sea Power Upon History” (1660-1783), yang terbit untuk pertama kalinya pada tahun 1890 dan telah mengalami cetakan ulang beberapa kali.
Berdasarkan tinjuan sejarah dari berbagai kerajaan di Nusantara pada masa lalu, Indonesia sebenarnya adalah negara yang berwatak maritim. Namun demikian, watak kemaritiman tersebut saat ini sudah tidak lagi eksis, beberapa kalangan berkesimpulan agar dapat menjadi bangsa yang kuat dan disegani dimata internasional maka Indonesia harus kembali berwawasan maritim dan bukannya berorientasi daratan (land minded).




BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
II.I HASIL
A.      Ceramah tokoh masyarakat tentang kemaritiman di BIRA
( gambar : kegiatan pertama dalam praktik lapang di BIRA )
Pada hari pertama kunjungan ke bira, kegiatan kami pada pukul 20.30 WITA sampai selesai mendengarkan ceramah dari beberapa tokoh masyarakat yang pernah bergelut di laut di antaranya adalah H.A.Ruka dan H.A.Murtala. Dari ceramah beliau dapat ketahui  bahwa mereka memulai untuk berlayar di tahun 1960-an dengan menggunakan perahu pinisi untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan berbagai komoditas dagang. Mereka melakukan pelayaran ke berbagai daerah yang ada di nusantara seperti kalimantan, sumbawa , malaka, surabaya, dan daerah lainnya. Bahkan sebelum mereka, ada pelaut yang sudah berlayar sampai ke luar negara. Namun karena pada saat itu kegiatan perdagangan masih di kontrol oleh belanda sehingga para pelaut mencari jalan agar bisa lolos dari pantauan belanda. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan berlayar di sekitar garis luar pantai, kemudian setelah terlihat tidak ada pantauan dari belanda, maka para pelaut langsung membelokkan perahunya memasuki wilayah negara lain. Hal ini dilakukan hanya untuk mencari keuntungan dari perdaganan dengan para pelaut asing. Mereka melakukan pelayaran dengan membawa muatan yang terbatas karena perahu yang mereka gunakan hanya memiliki ruang kecil dan tak mampu membawa hewan peliharaan seperti ternak.
Mereka telah melakukan pelayaran ke berbagai daerah di nusantara untuk berdagang dengan membawa komoditas seperti kayu jati. Mereka melakukan pelayaran selama periode tertentu. Karena pada saat itu masih menggunakan cara tradisional dengan memamfaatkan kekuatan angin. Mereka pergi berlaut ketika tiba musim timur yakni pada bulan april sampai september dengan memamfaatkan angin timur dan angin barat. Para pelaut dituntut untuk memiliki skill. Hal ini sangat di perlukan dalam berlayar baik dalam membaca peta, cuaca, dan gelombang. Kemudian pelaut juga harus memiliki ketajaman indra untuk  memprediksikan letak suatu daratan. Seperti pada pengalaman tokoh pada saat berlayar yang dimana nenek dari tokoh mampu memprediksikan bahwa terletak daratan di depan perahu. Hal ini akan membantu pelaut agar tidak menabrak sebuah pulau.
Selain itu juga, tokoh tersebut mengungkapkan bahwa dulunya sistem dagang yang dilakukan mengalami perkembangan yang luar biasa. Setelah memasuki era 1980-an ke atas telah melakukan perdagangan dengan sistem jasa, maksudnya sistem jasa adalah adanya orang – orang tertentu yang melakukan aktifitas terkhusus. Pada masa itu sudah mulai ada motorisasi yang membuat adanya pembagiuan-pembagian tugas dalam kegiatan kemaritiman, sehingga keuntungan yang diperoleh hanya sedikit karena sebagain mengalir ke orang-orang yang berjasa tersebut. Selain itu orang – oranng yang dekat dengan dengan pelaut yang memperoleh keuntungan. Hal inilah yang membuat perkembangan kemaritiman menurun karena para pelaut terlena dengan bantuan dari orang – orang yang berpropesi sebagai pembantu aktivitas dalam kegiatan perdagangan seperti mengangkat barang, mengurus kebutuhan perahu dal lain-lain.
B.      Kunjungan ke penangkaran lobster
( gambar : kegiatan kedua dalam praktik lapang di BIRA )
Pada hari minggu pukul 09.00 WITA kegiatan kami yaitu kunjungan ke sebuah pulau kecil bernama pulau leukang yang terletak di seberang pantai bira. Dengan menggunakan perahu mesin dan jarak tempuh kurang lebih 30 menit . Disini kam mengunjungi sebuah penangkaran lobster. Sebenarnya ini memiliki peluang yang besar seandainya bisa dimamfaatkan dan dikembangkan menjadi sebuah wilayah yang yang berpotensi di bidang keparawisataan sehingga dengan ini akan membuka peluang untuk membuka lapangan pekerjaan seperti jasa angkutan laut.
Perhatian dari pemerintah setempat sangat diperlukan karena wilayah ini memiliki potensi. Dan apabila potensi ini tidak termamfaatkan dengan baik maka tidak akan membawa hal positif dan hanya kan menjadi pemandangan alami saja. Padahal, warga setempat memiliki kehidupan seperti masyarakat yang tertinggal. Mereka seharusnya melihat potensi yang ada sekitar mereka.
C.     Kunjungan ke industri pembuatan kapal phinisi
( gambar : kegiatan terakhir praktik lapang di BIRA )
Kemudian kami mengunjungi industri pembuatan perahu pinisi. Pusat pembuatan perahu terdapat 3 desa. Dulunya Industri pembuatan perahu pinisi diperebutkan oleh beberapa negara. Namun, budaya ini tetap  terjaga sampai sekarang dengan keyakinan bahwa perahu pinisi merupakan peneinggalan dari nenek moyang yang harus dijaga dan dikembangkan.
Pembuatan perahu pinisi didasarkan pada permintaan dari pemesan. Ada beberapa negara yang sering memesan perahu diantaranya Amerika, Jerman, Inggris, Portugal, Perancis, Singapure, China, Malaysia, Italia dan masih banyak lagi. Kebanyakan dari permintaan itu menginginkan perahu pesiar.
Kerajaan Sriwijaya telah menggunakan perahu pinisi ini sekitar 1000 tahun yang lalu tepatnya di abad ke 7. Sementara khusus untuk Industri pembuatan perahu ini dimulai sejak H. Muslim Baso masih kecil sampai sekarang.
Dalam pembuatan perahu pinisi sekarang hanya terdapat sedikit perubahan karena pembuatannya didasarkan pada pemesan serta selera konsumen. Namun budaya tradisional pada parahu ini tetap mendominasi dan dipadukan oleh design modern. Untuk pemesanan perahu ini bisa menggunakan design sendiri dan bisa juga tanpa design. Pembuatan perahu pinisi berbahan dasar kayu besi yang berasal dari Sulawesi Tenggara, Bulukumba dan Sinjai. Kayu Besi dipakai pada bagian lunasnya kemudian dilanjutkan bagian lambung perahu dan ruangannya. Dan unuk penyeimbangan perahu yang besar ini,  Pada zaman dulu proses penyeimbangan perahu dilakukan dengan menggunakan insting dari memandang laut hal ini didasarkan pada kesimbangan permukiaan laut yaang tidak miring kiri tidak miring kanan. Namun sekarang sudah menggunakan teknologi ( KLM dan PLM ).
Dalam proses pembuatan perahu pinisi lebih mementingkan kualitasnya sehingga kekuatan dari perahu dulu sampai sekarang bisa dikatakan sama. Perbedaannya hanya pada tenaga yang digunakan karena dulunya hanya menggunakan kekuatan angin sedangkan saat ini telah menggunakan mesin untuk berlayar. Untuk menyelesaikan sebuah kapal dibutuhkan tenaga 15 orang, yang dikontrol oleh kepala tukang atau manager.
Selama Industri pembuatan perahu pinisi tidak pernah mendapatkan hambatan dari segi pembuatan. Namun dari segi pengiriman bahan kadang kala terhambat oleh faktor cuaca, jalanan berlumpur karna waktu itu belum aspal. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah perahu pinisi minimal 8 – 9 bulan dan maksimal sampai 1 tahun. Setelah selesai, perahu diturunkan ke laut dengan menggunakan katrol. Pemilik perahu berpendapat bahwa sebesar apapun kapalnya lebih tinggi akal manusia.
Pemesanan kapal pinisi ini biasanya berasal dari luar negeri. Namun, untuk memesannya harus memiliki perantara dari orang masyarakat lokal. Satu kapal dibandrol dengan harga maksimal 6 sampai 8 milliar tergantung dari model dan besarnya. Industri pembuatan kapal diharapkan bisa dilestarikan dan dikembangkan oleh penerus khususnya keluarga.
Prinsip yang tetap dipegang oleh beliau bahwa lebih baik menjadi orang bodoh daripada pintar hal ini didasarkan pada pengalaman beliau yang pernah ditawari untuk menjadi Profesor oleh dua negara yaitu Amerika dan Malaysia. Ia menolak dengan alasan kalau orang pintar tidak bisa menjawab sebuah pertanyaan maka dianggap tidak lazimn sementara orang yang bodoh yang tidak bisa menjawab sebuah pertanyaan itu wajar saja.




PENUTUP
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan
Dari praktik lapang mengenai kemaritiman nusantara, dapat ditarik kesimpulan bahwa :
·         Perkembangan kemaritiman di nusantara sudah mulai menurun terlihat dari hampir tidak adanya lagi perahu yang bersandar di salah satu pelabuhan di BIRA.
·         Penurunan potensi kemaritiman di nusantara disebabkan oleh pergeseran nilai pelaut dari berdagang ke jasa.
·         Salah satu potensi kemaritiman yang ada sampai sekarang yaitu industri pembuatan kapal pinisi di BIRA.


Saran
Saran mengenai praktik lapang kemaritiman nusantara adalah supaya dalam melakukan praktek lapang semua tokoh sumber – sumber info telah mengetahui adanya praktek lapang sehingga mereka telah siap memberikan atau menyampaikan apa yang di butuhkan oleh mahasiswa.



DAFTAR PUSTAKA
Irma, unrah. 2013 . Sejarah kemaritiman indonesia. http://irma-umra.blogspot.com/2013/04/sejarah-kemaritiman.html diakses pada hari minggu, 13 april 2014, pukul 08.21 WITA

Suryadi. 2013. Sejarah kemaritiman bugis makassar. http://www.suryadinlaoddang.com/2013/01/buku-sejarah-maritim-indonesia.html diaksese pada hari minggu, 13 april 2014, pukul 09.45


Zulkifli,Rahman. 2012. Sejarah kemaritiman di sulawesi selatan. http:// blogzulkiflirahman .blogspot.com/2012/09/makalah-wsbm.html diakses pada hari minggu, 13 april 2014, pukul 13.28

Tidak ada komentar:

Posting Komentar