Minggu, 03 November 2013

laporan praktikum biodas 2

LAPORAN PRAKTIKUM
BIOLOGI DASAR

PERCOBAAN V
 POPULASI, KOMUNITAS DAN EKOSISTEM

                        NAMA                       : ALFIAN ADI FIRANSYAH
                        NIM                            : I11113330
                        KELOMPOK            : 3
                        ASISTEN                   : NUR QALBI

Logo Unhas Warna.jpg

LABORATORIUM BIOLOGI DASAR
UNIT PELAKSANAAN MATA KULIAH UMUM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang
            Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin maju membuat peran aktif manusia dalam bekerja sangat sulit ditemukan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dengan peran IPA sebagai ilmu pengetahuan yang melahirkan teknologi super canggih. Sekarang ini telah terlahir pesawat dengan kecepatan super sonic, satu atau dua tahun kemudian bisa saja akan terlahir sebuah mesin dengan kecepatan partikel cahaya, yang hanya dalam hitungan menit, dan bahkan detik dapat mengantarkan manusia ke luar angkasa. Semua karena IPTEK dan IPA (andri, 2011).
            Agar perkembangan IPA dan IPTEK tak terputus dan berhenti sampai dalam kehidupan. Dalam ilmu IPA kita tentu akan bertemu tentang pengetahuan ekosistem yaitu mengenai prinsip-prinsip ekologi, komponen ekosistem, keseimbangan ekosistem dan dalam makalah ini kita akan membahas tentang semua pengetahuan tentang ekosistem semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk mengetahui ilmu IPA lebih lanjut (andri, 2011).
            Ekosistem adalah tempat saling memberi dan menerima antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem terdiri dari komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik terdiri dari tumbuhan dan hewan. Sedangkan komponen abiotik terdiri dari batu, tanah, air, sungai, dan lain-lain. Dalam suatu ekosistem harus ada keseimbangan antara produsen dan konsumen. Kehidupan dapat tetap berlangsung jika jumlah produsen lebih besar dari konsumen tingkat I. Konsumen tingkat I lebih banyak dari konsumen tingkat II dan seterusnya (supatmo, 2008).
I.2 Tujuan
            Tujuan dari praktikum Populasi, komunitas, dan ekosistem adalah :
1. Menggunakan model untuk meneliti bagaimana suatu populasi dapat tumbuh.
2. Mempelajari suatu komunitas dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin dan memerikasa hubungan antara masing-masing spesies agar dapat mengetahui ukuran mana yang paling penting untuk mengetahui struktur komunitas.
I.3 Waktu dan tempat praktikum
            Praktikum ini dilakukan pada hari selasa, tanggal 22 oktober  2013 dan bertempat di samping laboratorium biologi dasar, fakultas matematika dan ilmu pengetahuan alam universitas hasanuddin.



BAB II
PEMBAHASAN

            Dalam studi ekologi, digunakan metode pendekatan secara rnenyeluruh pada komponen - kornponen yang saling berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas dan ekosistem (Bohari, 2011).
Populasi adalah sekumpulan individu yang sejenis, yang hidup atau menetap pada suatu daerah atau wilayah dan dalam waktu tertentu. Contoh populasi dari komunitas sungai dapat berupa populasi rumput, populasi ikan, populasi kepiting, popuasi kerang, populasi sumpil, dan lain-lain. Contoh populasi dari komunitas sawah dapat berupa populasi padi,populasi walang sangit, populasi tikus, populasi ular, dan lain - lain. Antara populasi yang satu dengan populasi yang lain selalu terjadi interaksi baik secara langsung maupun secara tidak langsung dalam komunitasnya. beberapa contoh interaksi antar populasi yang ada  adalah sebagai berikut (Sativani, 2010): 
1.   Alelopati
Merupakan interaksi antar populasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar pohon walnut (juglans) jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik ( zat beracun atau berbisa). Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa. Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
2.   Kompetisi
Kompetisi ialah interaksi antarpopulasi, bila antar populasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan Contoh, persaingan antara populasi kambing dengan populasi sapi di padang rumput.
Semua  makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau tidak sejenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita jumpai di sekitar kita. Interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antar organisme dapat dikategorikan sebagai berikut (Sativan, 2010):
a.   Netral, adalah hubungan tidak saling mengganggu antarorganisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Contohnya : antara capung dan sapi.
b.   Predasi, adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : Singa dengan mangsanya, yaitu kijang, rusa,dan burung hantu dengan tikus.
c.   Parasitisme, adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bilasalah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya.
d.   Komensalisme, merupakan hubunganantara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
e.   Mutualisme, adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru. Adanya perubahan-perubahan pada populasi mendorong perubahan pada komunitas. Perubahan-perubahan yang terjadi menyebabkan ekosistem berubah. Perubahan ekosistem akan berakhir setelah terjadi keseimbangan ekosistem. Keadaan ini merupakan klimaks dari ekosistem. Apabila pada kondisi seimbang datang gangguan dari luar, kesimbangan ini dapat berubah, dan perubahan yang terjadi akan selalu mendorong terbentuknya keseimbangan baru (Sativani, 2010).
Suatu komunitas terdiri dari semua organisme yang menempati suatu daerah tertentu. Komunitas adalah kumpulan populasi dari spesies yang berlainan. Pertanyaan pada tingkat analisis ini meliputi cara berinteraksi di antara organism seperti predasi, kompetisi dan penyakit, yang mempengaruhi struktur dan organisasi komunitas (Campbell, 2000).
Ekosistem adalah suatu komunitas tumbuhan, hewan dan mikroorganisme beserta lingkungan non-hayati yang dinamis dan kompleks, serta saling berinteraksi sebagai suatu unit yang fungsional. Manusia merupakan bagian yang terintegrasi dalam ekosistem. Ekosistem sangat bervariasi dalam hal ukuran, dapat berupa genangan air pada suatu lubang pohon hingga ke samudera luas (Caudill, 2005).
Berdasarkan proses terjadinya, ekosistem dibedakan atas dua macam (Anonim, 2012):
   Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terjadi secara alami tanpa campur tangan manusia. Contoh : padang rumput, gurun,laut.
   Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang terjadi karena buatan manusia.
Contoh : kolam, sawah, waduk, kebun.
Ekosistem tidak akan tetap selamanya, tetapi selalu mengalami perubahan. Antara biotik dan abiotik selalu mengadakan interaksi, hal inilah yang merupakan salah satu penyebab perubahan. Perubahan suatu ekosistem dapat disebabkan oleh proses alamiah atau karena campur tangan manusia (Anonim, 2012).
Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air Laut (Anonim, 2012):
1. Ekosistem Darat, ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya), ekosistem darat dibedakan menjadi beberapa bioma, yaitu sebagai berikut.
2.   Bioma gurun, beberapa Bioma gurun terdapat di daerah tropika (sepanjang garis balik) yang berbatasan dengan padang rumput. Ciri-ciri bioma gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun). Suhu slang hari tinggi (bisa mendapai 45°C) sehingga penguapan juga tinggi, sedangkan malam hari suhu sangat rendah (bisa mencapai 0°C). Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar. Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil. Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk menyimpan air. Hewan yang hidup di gurun antara lain rodentia, ular, kadal, katak, dan kalajengking.
3.   Bioma padang rumput, terdapat di daerah yang terbentang dari daerah ampin ke subtropik. Ciri-cirinya adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun dan hujan turun tidak teratur. Porositas (peresapan air) tinggi dan drainase (aliran air) cepat. Tumbuhan yang ada terdiri atas tumbuhan terna (herbs) dan rumput yang keduanya tergantung pada kelembapan.
4.   Bioma Hutan Basah, terdapat di daerah tropika dan subtropik. Ciri-cirinya adalah, curah hujan 200 - 225 cm per tahun. Spesies pepohonan yang banyak, jenisnya, berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung letak geografisnya. Tinggi pohon utama antara 20 - 40 m, cabang - cabang pohon tinngi dan berdaun lebat hingga membentuk tudung (kanopi). Dalam hutan basah terjadi perubahan iklim mikro (iklim yang langsung terdapat di sekitar organisme). Daerah tudung cukup mendapat sinar matahari. Variasi suhu dan kelembapan tinggi/besar; suhu sepanjang hari sekitar 25°C. Dalam hutan basah tropika sering terdapat tumbuhan khas, yaitu liana (rotan), kaktus, dan anggrek sebagai epifit. Hewannya antara lain, kera, burung, badak, babi hutan, harimau, dan burung hantu.
5.   Bioma hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang, Ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat di daerah yang mengalami empat musim (dingin, semi, panas, dan gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat. Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk, dan rakoon (sebangsa luwak).
6.   Bioma taiga, terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di pegunungan daerah tropik. Ciri-cirinya adalah suhu di musim dingin rendah. Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas satu spesies seperti konifer , pinus, dan sejenisnya. Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali. Hewannya antara lain moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan pada musim gugur.
7.   Bioma tundra, terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung tinggi. Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari. Contoh tumbuhan yang dominan adalah Sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan kayu yang pendek, dan rumput. Pada umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi dengan keadaan yang dingin. Hewan yang hidup di daerah ini ada yang menetap dan ada yang datang pada musim panas, semuanya berdarah panas. Hewan yang menetap memiliki rambut atau bulu yang tebal, contohnya muscox, rusa kutub, beruang kutub, dan insekta terutama nyamuk dan lalat hitam.
8.   Ekosistem Air Tawar, memiliki cirri - ciri antara lain variasi suhu tidak menyolok,dan penetrasi cahaya kurang, serta terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Adapun macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi. Ekosistem dapat diartikan sebagai hubungan timbal balik atau interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Selain itu ekosistem merupakan tingkatan organisasi kehidupan yang mencakup makhluk hidup  dan lingkungan tak hidup, dimana kedua komponen tersebut saling mempengaruhi dan berinteraksi.
            Komponen penyusun ekosistem terdiri atas dua macam, yaitu komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah komponen yang terdiri atas makhluk hidup, sedangkan komponen abiotik adalah komponen yang terdiri atas benda mati. Seluruh komponen biotik dalam suatu ekosistem membentuk komunitas. Dengan demikian, ekosistem dapat diartikan sebagai kesatuan antara komunitas dengan lingkungan biotiknya ( Campbell, 2000).
      Komponen biotik           
            Berdasarkan caranya memperoleh makanan di dalam ekosistem, biotik anggota komponen biotik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
Produsen, yang berarti penghasil. Produsen merupakan komponen yang mampu menghasilkan zat makanan sendiri (autotrof) melalui fotosintesis. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah tumbuhan hijau atau tumbuhan yang mempunyai klorofil. Produsen ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme yang tidak bisa menghasilkan makanan (heterotrof) yang berperan sebagai konsumen (Campbell, 2000).
            Konsumen, yang berarti pemakai, yaitu organisme yang tidak dapat menghasilkan zat makanan sendiri tetapi menggunakan zat makanan yang dibuat oleh organisme lain. Organisme yang secara langsung mengambil zat makanan dari tumbuhan hijau adalah herbivora. Oleh karena itu, herbivora sering disebut konsumen tingkat pertama. Karnivora yang mendapatkann makanan dengan memangsa hewan lain disebut konsumen tingkat kedua. Karnivora yang memangsa konsumen tingkat kedua disebut konsumen tingkat ketiga dan seterusnya. Proses makan dan dimakan di dalam ekosistem akan membentuk rantai makanan. Perhatikan contoh sebuah rantai makanan ini: daun berwarna hijau (Produsen) –> ulat (Konsumen I) –> ayam (Konsumen II) –> musang (Konsumen III) –> macan (Konsumen IV/Puncak). Dalam ekosistem, banyak proses rantai makanan yang terjadi sehingga membentuk jamping-jaring makanan (food web) yang merupakan kumpulan dari beberapa rantai makanan (Campbell, 2000).
            Dekomposer atau pengurai. Dekomposer adalah jasad renik yang berperan menguraikan bahan sisa yang berasal dari organisme yang telah mati ataupun hasil pembuangan sisa pencernaan. Dengan adanya organisme pengurai, fosil akan terurai dan meresap ke dalam tanah menjadi zat hara yang kemudian diserap oleh tumbuhan (produsen). Selain itu aktivitas pengurai juga akan menghasilkan gas karbon dioksida yang akan dipakai dalam proses fotositesis (Campbell, 2000)
Komponen Abiotik
            Komponen abiotik merupakan komponen tak hidup dalam suatu ekosistem. Komponen abiotik sangat menentukan jenis makhluk hidup yang menghuni suatu lingkungan. Komponen abiotik banyak ragamnya, antara lain: tanah, air, udara, suhu,danlain-lain (Campbell, 2000).
            Pertumbuhan populasi dibatasi oleh faktor-faktor yang bergantung dan tidak bergantung pada kepadatan yang keutamaan relatifnya bervariasi sesuai dengan spesies dan keadaan. Faktor bergantung spada kepadatan akan semakin intensif ketika kepadatan populasi meningkat dan akhirnya dapat menstabilkan populasi didekat daya tampungnya. Beberapa faktor yang bergantung kepadatan adalah kompetisi intraspesies untuk sumber daya yang terbatas, peningkatan pemangsaan, cekaman akibat kepadatan, atau penumpukan toksin dapat menyebabkan laju pertumbuhan populasi menurun pada kepadatan populasi yang tinggi (Campbell, 2000).
            Faktor yang tidak bergantung pada kepadatan, seperti kejadian-kejadian karena iklim dan kebakaran, menuurunkan ukuran populasi pada fraksi tertentu. Populasi yang secara umum bersifat stabil kemungkinan mendekati suatu daya tampung yang ditentukan oleh batas-batas yang bergantung pada kepadatan, akan tetapi fluktuasi jangka pendeknya tidak bergantung kepadatan (Campbell, 2000).
            Kedua kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan populasi, yaitu angka kelahiran dan angka kematian dapat diukur dan digunakan untuk memprediksi bagaimana ukuran populasi akan berubah menurut waktu.Terdapat dua model pertumbuhan yaitu model eksponensial dan model logistik. Model eksponensial pertumbuhan populasi menjelaskan suatu populasi ideal dalam lingkungan yang tidak terbatas.Model ini memprediksi bahwa semakin besar suatu populasi akan semakin cepat populasi itu akan tumbuh. Model logistik pertumbuhan populasi menyertakan konsep daya tampung. Pertumbuhan eksponensial tidak dapat dipertahankan tanpa batas dalam populasi apapun. Suatu model yang lebih nyata (realistis) membatasi pertumbuhan dengan menyertakan daya tampung (Campbell, 2000).



BAB III
METODE PERCOBAAN

III.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah penggaris, pensil, dan penghapus.
III.2 Bahan
Bahan-bahan  yang diperlukan untuk percobaan ini adalah kertas grafik A3 serta komponen biotik dan komponen abiotik  yang ada di pada lingkungan yang akan di amati.
III.3 Cara Kerja
a. Mengamati Ekosistem
            Adapun langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini sebagai berikut:
      1.         tempat yang akan diamati ditentukan terlebih dahulu.
      2.         Data yang akan dikumpulkan atau diteliti ditentukan. Dalam hal ini data    yang dikumpulkan adalah komponen biotik dan abiotik.
      3.         Melakukan survey tempat.
      4.         Memeberikan batasan daerah penelitian.
5.         Mengumpulkan data dan menyiapkan sebuah buku lapangan atau untuk lebih praktis         bila kertas untuk mencatat, dapat dijepit pada suatu alat tulis.
      6.         Mengidentifikasi organism yang akan diteliti dan menentukan namanya.
III.3.2 Menghitung Populasi Burung Gereja
Adapun langkah-langkah kerja yang dilakukan dalam percobaan ini sebagai berikut:
1.   Mempersiapkan model.
2.   Model I : Kita umpamakan disuatu pulau pada tahun 2010 dihuni oleh 10 burung gereja ( 5 pasang jantan dan betina).
      Asumsi I: Setiap Musim bertelur, setiap pasang burung gereja menghasilkan 10 keturunan (5 pasang jantan dan betina).
      Asumsi II: Setiap tahun semua tetua (induk jantan dan betina) mati sebelum musim bertelur berikutnya.
      Asumsi III: Setiap tahun semua keturunan hidup sampai pada musim bertelur berikutnya. Dalam keadaan sebenarnyabeberapa tetua akan hidup dan beberapa keturunannya akan mati. Asumsi I dan III akan saling memberikan suatu keadaan yang seimbang, sehingga akan mengurangi perbedaan antara model yang dibuat dengan keadaan yang sebenarnya.
      Asumsi IV: Selama pengamatan tidak ada burung yang meninggalkan atau yang datang ke pulau tersebut.
3.   Berdasarkan cara diatas, dihitung populasi burung gereja pada tahun 2010 sampai tahun 2014.
4.   Model II: Mengubah asumsi II sebagai berikut, setiap tahun 2/5 dari tetua jantan dan betina yang sama jumlahnya masih dapat mempunyai keturunan untuk ke-2 kalinya. Baru kemudian mati. Asumsi lain tidak mengalami perubahan.
5.   Model III: Mengubah Asumsi III sebagai berikut, setiap tahun 2/5 dari keturunan (jantan dan betina) sama jumlahnya, mati sebelum musim bertelur. Asumsi lain tidak berubah.
6.   Model IV: Mengubah asumsi IV sebagai berikut, Setiap tahun 50 burung jantan dan betina sama jumlahnya dating ke pulau tersebut dari pulau lain dan tidak seekorpun yang pergi. Asumsi lain tidak berubah.
7.   Membuat grafik berdasarkan tiap model yang telah dibuat.
















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1    Hasil
            Setelah kami mengamati tempat di sebelah laboratorium kami menemukan beberapa organisme biotik dan abiotik abberupa :
Biotik (Hewan dan Tumbuhan).
Tumbuhan :
1.   rumput 
2.      Mangga Mangifera indica
Hewan :
1.      Lalat buah Drosophila melanogaster
2.      Semut Monomorium sp
3.      Belalang Valanga sp
4.      Capung Diplacodes trivialis
5.      Siput Lymnaea sp
Abiotik :
1.      Tanah
2.      Air
3.      Udara
4.      Cahaya
IV.2 Pembahasan
1.      Model Populasi
A.  Model 1
a)         Pada tahun 2013
Ø       Asumsi I                                  = 5 x 10           = 50 ekor (keturunan)
                                                        50 + 10         = 60 ekor (30 pasang)
Ø           Asumsi II                                = 50+ 10           = 60 ekor (30 pasang)
Ø           Asumsi III                              = 50 ekor (25 pasang)
Ø           Asumsi IV                              = 50 ekor (25 pasang)
b)         Pada tahun 2014
Ø    Asumsi I                                  = 25 x 10         = 250 ekor (keturunan)
250+50         =300 ekor (150 pasang)
Ø    Asumsi I          I                       = 300 – 50 = 250 ekor (125 pasang)
Ø    Asumsi III                               = 250 ekor (125 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 250 ekor (125 pasang)
c)      Pada tahun 2015
Ø    Asumsi I                                  = 125 x 10 =1250 ekor(keturunan)
1250+250=1500 eko (750 pasang)
Ø    Asumsi II                                = 1500 – 250 = 1250 ekor (625 pasang)
Ø    Asumsi III                               = 1250 ekor (625 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 1250 ekor (625 pasang)
d)     Pada tahun 2016
Ø    Asumsi I                                  = 625 x 10 = 6250 ekor (keturunan)
6250+1250=7500 ekor
Ø    Asumsi II                                = 7500 – 1250 = 6250 ekor
Ø    Asumsi III                               = 6250 ekor (3125 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 6250 ekor (3125 pasang)
e)      Pada tahun 2017
Ø    Asumsi I                                  = 3125 x 10 = 31250 ekor (keturunan)
31250 + 6250 = 37500 ekor (18750 pasang)
Ø    Asumsi II                                = 37500 – 6250 = 31250 ekor (15625 pasang)
Ø    Asumsi III                               = 31250 ekor (15625 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 31250 ekor(15625 pasang)
Pada model 1 dimisalkan pada tahun 2013 terdapat 10 ekor/ 5 pasang burung gereja. Pada asumsi 1 setiap burung menghasilkan 10 keturunan, pada asumsi 2 semua tetua mati sebelum bertelur, pada asumsi 3 ada yang hidup dan mati sehingga memberikan keadaan yang seimbang, pada asumsi 4 tidak ada yang meninggalkan maupun datang (tetap). Ini terjadi selama 5 tahun dari tahun 2013-2017 dan setiap tahunnya mengalami peningkatan seperti pada grafik terus menigkat. Hal inilah disebabkan karena adanya faktor kelahiran yang mempengaruhi tiap tahun dan kelahiran ini lebih besar dibanding dengan kematian.
B.   Model II
a)         Pada tahun 2013
Ø    Asumsi I                                  = 5 x 10 = 50 ekor (keturunan).
50+ 10=60 ekor
Ø    Asumsi II                                = 2/5  x 10 = 4 ekor ( hidup).
3/5  x 10 =6 ekor (tewas).
60 – 6 = 54 ekor (27 pasang).
Ø    Asumsi III                               = 54 ekor (27 pasang).
Ø    Asumsi IV                               = 54 ekor(27 pasang).
b)         Pada tahun 2014
Ø    Asumsi I                                  = 27  x 10 = 270 ekor (keturunan)
54          –  4 = 50
270 + 50 = 320 ekor
Ø    Asumsi II                                = 2/5  x 50 = 20 ekor ( hidup)
50 – 20  = 30 ekor (tewas)
320 – 30 = 290 ekor (145 pasang)
Ø    Asumsi III                               = 290 ekor (145 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 290 ekor(145 pasang)
c)      Pada tahun 2015
Ø    Asumsi I                                  = 145 x 10 = 1450 ekor (keturunan)
290      – 20 = 270 ekor
1450+ 270=1720 ekor
Ø    Asumsi II                                = 2/5  x 270 = 108 ekor (hidup)
3/5  x 270 =162 ekor (tewas)
1720 – 162  = 1558 ekor (779 pasang)
Ø    Asumsi III                               = 1558 ekor (779 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 1558 ekor(779 pasang)
d)        Pada tahun 2016
Ø    Asumsi I                                  = 779 x 10 = 7790 ekor (keturunan)
9240  – 870 = 8370 ekor
7790 + 1450=9240 ekor
Ø    Asumsi II                                = 2/5  x 1450 = 580 ekor ( hidup)
3/5  x 1450 =870 ekor (mati)
Ø    Asumsi III                               = 8370 ekor (4185 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 8370 ekor (4185 pasang.
e). Pada tahun 2017
Ø    Asumsi I                                  = 4185  x 10 = 41850 ekor (keturunan)
8370   – 580 = 7790 ekor
41850 + 7790 = 49640 ekor
Ø    Asumsi II                                = 2/5  x 7790 = 3116 ekor ( hidup)
7790   - 3116 = 4674 ekor (mati)
49640 – 4674 = 44966 ekor
Ø    Asumsi III                               =  44996 ekor burung gereja (hidup)
Ø    Asumsi IV                               =  44996 ekor ( 22483 pasang).
Pada model 2 sama seperti pada model 1 hanya saja pada asumsi 2 mengalami perubahan yaitu 2/5 dari tetua yang masih hidup dan dapat mempunyai keturunan 3/5 nya mati. Sehingga pada grafik mengalami kenaikan setiap tahun dari tahun 20120-2014 . Hal ini disebabkan karena adanya faktor kelahiran dan kematian yang mempengaruhi.
C. Model III
a)         Pada tahun 2013
Ø    Asumsi I                                  = 5  x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 + 10 = 60 ekor
Ø    Asumsi II                                = 60 – 10 = 50 / 25 pasang
Ø    Asumsi III                               = 2/5 x 50 = 20 ekor (tewas)
90 – 20  = 30 ekor (hidup)
Ø    Asumsi IV                               = 30 ekor (15 pasang)
b)        Pada tahun 2014
Ø    Asumsi I                                  = 15  x 10 = 150 ekor (keturunan)
150 + 30 = 180 ekor
Ø    Asumsi II                                = 180 – 30 =  150 ekor
Ø    Asumsi III                               = 2/5 x 150 = 60 ekor (tewas)
150– 60  = 90 ekor (hidup)
Ø    Asumsi IV                               =  90 ekor (45 pasang)
c)        Pada tahun 2015
Ø    Asumsi I                                  = 45  x 10 = 450 ekor (keturunan)
450 + 90 = 540 ekor
Ø    Asumsi II                                = 540 – 90 =  450 ekor
Ø    Asumsi III                               = 2/5 x 450 = 180 ekor (tewas)
450- 180 = 270 ekor (hidup)
Ø    Asumsi IV                               =  270 ekor (135 pasang)
d)       Pada tahun 2016
Ø    Asumsi I                                  = 135  x 10 = 1350 ekor (keturunan)
1350 + 270 = 1620 ekor
Ø    Asumsi II                                = 1620 – 270 =  1350 ekor
Ø    Asumsi III                               = 2/5 x 1350 = 540 ekor (tewas)
1350 – 540  = 810 ekor (hidup)
Ø    Asumsi IV                               = 810 ekor (405 pasang)
e)        Pada tahun 2017
Ø    Asumsi I                                  = 405  x 10 = 4050 ekor (keturunan)
4050   + 810 = 4860 ekor
Ø    Asumsi II                                = 4860 – 810 =  4050 ekor
Ø    Asumsi III                               = 2/5 x 4050 = 1620 ekor (keturunan)
4050 - 1620 = 2430 ekor (hidup)
Ø    Asumsi IV                               = 2430 ekor (1215 pasang)
Pada model 3 sama halnya dengan model 1, tetapi pada asumsi 3 mengalami perubahan yaitu setiap tahun 2/5 dari keturunannya mati sebelum bertelur dan pada asumsi yang lainnya tidak mengalami perubahan.
D. Model IV
a)        Pada  tahun 2013
Ø    Asumsi I                                  = 5 x 10 = 50 ekor (keturunan)
50 +10 = 60 ekor
Ø    Asumsi II                                =60 – 10 = 50 ekor (25 pasang)
Ø    Asumsi III                               = 50 ekor (25 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 50 + 50 = 100 ekor (50 pasang)
b)        Pada tahun 2014
Ø    Asumsi I                                  = 50x 10 = 500 ekor (anakan)
500 +100 = 600 ekor
Ø    Asumsi II                                = 600 – 100 = 500 ekor (250 pasang)
Ø    Asumsi III                               = 500 ekor (250 pasang)
Ø    Asumsi IV                               = 500 + 50 = 550 ekor (275 pasang)
c)        Pada tahun 2015
Ø    Asumsi I                                  = 275 x 10 = 2750 ekor (keturunan)
2750 +550 = 3300 ekor
Ø    Asumsi II                                =3300 – 550 = 2750 ekor
Ø    Asumsi III                               = 2750 ekor
Ø    Asumsi IV                               = 2750 + 50 = 2800 ekor (1400 pasang)
d)       Pada tahun 2016
Ø    Asumsi I                                  = 1400 x 10 = 14000 ekor (keturunan)
   14000 +2800 = 16800 ekor
Ø    Asumsi II                                = 16800 – 2800 = 14000 ekor
Ø    Asumsi III                               = 14000 ekor
Ø    Asumsi IV                               = 14000 + 50 = 14050 ekor (7025 pasang)
e)        Pada tahun 2017
Ø    Asumsi I                                  = 7025 x 10 = 70250 ekor (anakan)
70250 +14050 = 84300 ekor
Ø    Asumsi II                                = 84300 – 14050 = 70250 ekor
Ø    Asumsi III                               = 72050 ekor
Ø    Asumsi IV                               = 70250 + 50 = 70300 ekor (35150 pasang)
Pada model ini asumsi lain tidak mengalami perubahan tetapi hanya berubah pada asumsi ke 4 yang setiap tahunnya 50 burung gereja datang kepulau tersebut dari tempat lain dan tidak ada seekor pun burung yang meninggalkan pulau tersebut sehingga jumlah populasinya tiap tahunnya meningkat terlihat seperti pada grafik karena adanya pengaruh faktor migrasi atau perpindahan yang mempengaruhi.




2.         Grafik hasil pengamatan populasi
            mobel I








Model II



Model III










Model IV












3.      Jaring-jaring Makanan
rantai makanan.jpg
Berbeda dengan rantai makanan arah proses makan dimaan pada jaring-jaring makanan berlangsung pada berbagai arah. Karena jaring-jaring makanan merupakan penggabungan dari beberapa rantai makanan. Hal ini menyebabkan adalah organisme yang memiliki dua paranan dalam reaksi perputaran energi yang terjadi. Semua rantai makanan dimulai dengan organisme autrofik, yaitu organisme yang melakukan fotosintesis seperti tumbuhan hijau.organisme ini disebut produsen karena hanya mereka yang dapat membuat makan dari bahan mentah anorganik. Setiap organisme, misalnya sapi atau belalang yang memakan tumbuhan disebut herbivora atau konsumen primer. Karnivora seperti halnya katak yang memakan herbivora disebut konsumen sekunder. Karnivora sebagaimana ular, yang memakan konsumen sekunder dinamakan konsumen tersier, dan seterusnya. Setiap tingkatan konsumen dalam suatu rantai makanan disebut tingkatan trofik.
4.       Rantai Makan
rantai makanan.png

Rantai makanan adalah proses makan dan dimakan yang hanya berlangsung satu arah. Ini disebabkan peran mereka jelas sehingga tidak ada saling singgung. Sewaktu tumbuhan hijau dimakan herbivora, energi kimia yang tersimpan dalam tumbuhan berpindah ke dalam tubuh herbivora dan sebagian energi hilang berupa panas. Demikian juga sewaktu herbivora dimakan karnivora. Energi yang ada pada rantai makanan jumlahnya semakin berkurang. Pergerakan energi di dalam ekosistem hanya satu jalur, berupa aliran energi.
5.       Piramida Makanan
piramida makanan.jpg
Penentuan piramida makanan didasarkan pada jumlah organisme yang terdapat pada satuan luas tertentu atau kepadatan populasi antar trofiknya dan mengelompokan sesuai dengan tingkat trofiknya. Perbandingan populasi antar trofik umumnya menunjukkan jumlah populasi produsen lebih besar dari populasi konsumen primer lebih besar dari populasi konsumen skunder lebih besar dari populasi konsumen tersier. Ada kalanya tidak dapat menggambarkan kondisi sebagaimana piramida ekologi.
BAB V
PENUTUP

IV. 1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil praktikum maka disimpulkan bahwa populasi dapat tumbuh berdasarkan dua model pertumbuhan yaitu eksponensial dan logisistik. Dari model pertumbuhan populasi yang dibuat menggambarkan model pertumbuhan eksponensial dimana ukuran populasi meningkat dengan cepat mengikuti kuva berbentuk J.
            Dari pengamatan yang dilakukan  diperoleh data hubungan interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya serta hubungan antar sesame komponen biotic yang saling makan memakan dimana komponen biotik yang terpenting ada dalam ekosistem di Canopy adalah tumbuhan karena sebagai sumber makanan bagi makhluk lainnya.
IV. 2 Saran
            Adapun saran dalam praktikum ini, untuk memperoleh data yang lebih lengkap seputar komunitas dan ekosistem dibutuhkan waktu yang lama agar data yang diperoleh akurat.
           
.





DAFTAR PUSTAKA

Andri. 2011 .Laporan Tetap Ekologi Pertanian.http://andriecaale.blogspot.com/ 2011/06/laporan-tetap-ekologi-pertanian.html diakses pada hari rabu, 23 Oktober 2013 pukul 15. 30 WITA.
Anonim. 2012 .Pengaruh Faktor Biotik Ekosistem.http://novyjuli.blogspot.com / 2012/02/laporan-praktikum-ekologi.html. 23 Oktober 2013 pukul 15.30 WITA Bohari . 2009 . Ekologi ekosistem alam. Bumi aksara, Jakarta
Bonari,Mega. 2011 .Keragaman Komunitas.http://megabohari.blogspot.com/ 2011/ 12/laporan-ekwan-keragaman-komunitas.html diakses pada hari rabu, 23 Oktober 2013 pukul 15.43 WITA
Campbell. 2000 . Biologi Edisi Kelima Jilid 3.Penerbit Erlangga, jakarta
Sativani, Risa. 2010 .Ekologi Populasihttp://oryza-sativa135rsh. blogspot.com/ Diakses pada hari rabu, 23 Oktober 2013 pukul 15.30 WITA
Supatmo . 2008 . pola ekosistem  :PT Rineka Cipta, Jakarta